9 tahun yang lalu, ada seorang anak kecil yang sedang berlari dengan kaki mungilnya, anak kecil itu terus berlari bebas entah kemana arah tujuannya dengan tawa yang lepas. Tetapi, langkah itu terhenti di kala semuanya telah berubah. Gadis kecil yang saat itu masih tidak tahu apa-apa kini sudah dewasa. “Aku sudah dewasa, tapi aku adalah seorang manusia yang butuh pijakan.”
Saat diriku ingin melangkah kembali memasuki rumah itu, dia memanggilku, “Klea!” Aku menoleh saat suara itu terdengar keras dari belakangku. Ya, aku Klea, anak kecil yang saat itu tengah berlari dengan tawanya.
“Kenapa Yah?” dia adalah ayahku, yang sudah aku anggap sebagai teman tawaku.
“Kenapa kau tidak menelpon ayah, ketika ingin pulang?” Tanya ayahku dengan lembut kepada sang anak.
“Aku tidak ingin merepotkan ayah, lagi pula aku juga ingin pulang sambil menikmati jalanan kota.” Ucapku yang kemudian undur diri dan masuk ke dalam rumah.
Malam tiba, aku duduk di kursi belajarku dengan satu lampu kuning yang aku nyalakan, dengan akal yang terus menggebu entah sampai kapan. Tiba-tiba saja, suatu bisikan lewat “bagaimana jika dirimu tersesat dalam mimpimu sendiri, gagal”. Bisikan itu membuatku terdiam, layaknya patung yang tak bisa bergerak, sedangkan aku hanya bisa bungkam layaknya manusia yang tak punya mulut.
Dunia terus berputar dengan banyaknya cerita, sedangkan aku masih di sini dengan banyaknya mimpi. Saat yang lain sudah maju, aku masih terdiam di tempatku.
“Kau akan tersesat dalam mimpimu sendiri. Jika kau tersesat, kau akan gagal Klea,” suara yang aku kenal itu membuatku ragu untuk melangkah.
Tetapi “Namun, itu semua belum tentu terjadi Klea, jika dirimu menatap ke depan dengan langkah yang lebar,” suara lembut dari pikiranku dan hatiku membuatku menatap duniaku. Di saat itulah, aku mulai melangkah maju untuk menuju masa depanku dengan semangat yang tertera dalam pikiranku. Aku buang segala bisikan negatif itu, dengan terus maju tanpa menoleh ke belakang. Aku mulai melangkah selebar mungkin agar diriku sampai pada tujuanku, yaitu dengan menggapai segala mimpiku dan menjadi seorang manusia yang berguna.
Aku kira itu akan berjalan dengan mulus, nyatanya tidak. Banyak sekali rintangan yang seakan berjalan kepadaku. “Kenapa ini sangat sulit,” ucapku dengan langkah yang mulai goyah dan tatapan mata yang entah ke mana dia melihat.
“Klea, kamu harus semangat, jangan patahkan semangatmu, jangan mudah menyerah. Kamu pasti bisa Klea,” suara itu, suara ayahku yang selalu menyemangatiku dari belakang agar aku tidak gampang untuk tersesat dalam mimpiku.
Aku mulai sadar dengan semua ini, dari sekian perjalanan yang aku lewati yang aku jalani dan aku rasakan. Aku mulai berfikir, sebuah perjalanan pasti akan mengalami segala hal yang tidak kita inginkan. Namun, perjalanan memberikan sebuah cerita yang akan terkesan, dengan berbagai hal yang belum kita ketahui dan mengerti. Seperti aku—Klea yang dahulu butuh dituntun sekarang harus bisa berjalanan dengan sendirinya. Aku mulai tersenyum dan menatap ke atas langit-langit yang indah itu. “Aku—Klea, akan terus melangkah walau terkadang aku berhenti. Tunggulah suatu saat nanti, pasti perjalananku akan sampai pada tujuan. Terlukis abadi, menyimpan banyak memori.”
Penulis: Aisyah 8.3